Temukan Sarung Buatan Tahun 1730 Tersimpan di Museum Batik
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Anda ingin lebih tahu mengenai berbagai hal mengenai batik, anda bisa berkunjung ke museum Batik yang berdiri sejak 12 Mei 1977 ini terletak di Jl. Dr Sutomo 13. A Yogyakarta.
Museum ini diprakarsai oleh keluarga Hadi Nugroho dengan mengumpulkan koleksi dari kerabat dan keluarganya sendiri dan memiliki kurang lebih 1500 koleksi yang meliputi kain batik, peralatan membatik, dan sulaman.
Begitu memasuki museum tersebut, anda akan disambut ratusan kain batik yang ditata secara rapi dan diletakan di dalam lemari dan ratusan beragam alat yang digunakan untuk membatik. Selain batik yang sudah jadi, juga dipamerkan kain batik dalam wujud tiap proses yang dilaluinya. Juga diperlihatkan perkembangan canting sebaagi alat utama dalam pembuatan kain batik tulis.
Dijelaskan oleh Soehardjono Istadi selaku pengelola museum sekaligus anak Hadi Nugroho, Koleksi Batik yang ada di Museum ini sangat lengkap. Berbagai jenis batik dari berbagai daerah di Indonesia ada di sini, mulai dari Batik Yogyakarta, Indramayu, sampai daerah-daerah pengrajin Batik Indonesia lainnya. Koleksinya meliputi kain panjang, sarung dan sebagainya ditambah beberapa peralatan membatik.
"Ada sebuah batik yang berwujud sarung yang diwariskan secara turun temurun dan itu merupakan koleksi tertua kami yang dibuat pada tahun 1730," cerita Soehardjono Istadi, Jum'at (28/8/2014). Kebanyakan koleksi yang dimiliki museum ini berupa jarik.
Keluarga Soehardjono Istadi bisa memiliki batik sedemikian banyak karena dahulunya keluarga ini adalah keluarga pengusaha batik Dijelaskan oleh Soehardjono Istadi, Kakek buyutnya telah menggeluti bisnis batik sejak tahun 1930.
Kemudian diteruskan oleh kakek dan orang tuanya. Saat usaha tersebut dipegang Hadi Nugroho, bisnis tersebut berhenti karena pada tahun 60-an bisnis batik sedang lesu dan Hadi Nugroho meningalkan bisnis tersebut.
"Karena koleksi batik yang sedemikian banyaknya maka orang tua kami berinisiatif untuk membuat museum batik. Eman-eman jika batik yang kami miliki hanya dinikmati sendiri. Dan orang tua kami juga berpesan agar koleksi ini tidak diwariskan kepada anak cucu karena khawatir akan mudah hilang dan tidak terawat," ungkap Soehardjono Istadi.
Selain koleksi batik, Museum Batik ini juga menyimpan berbagai koleksi sulaman tangan. Koleksi sulaman tangan sangat beragam bahkan museum ini pernah mendapatkan penghargaan dari MURI atas karya Sulaman terbesar, yaitu kain batik berukuran 90 x 400 cm persegi dan setahun kemudian museum ini dianugerahi piagam penghargaan dari lembaga yang sama sebagai pemrakarsa berdirinya Museum Sulaman pertama di Indonesia.
Museum ini sebenarnya menempati rumah kediaman Hadi Nugroho yang disulap menjadi museum. Untuk perawatan kain batik, setiap tiga bulan sekali, kain-kain tersebut diasapi dengan menggunakan ratus untuk menghindari serangga yang dapat merusak koleksi. Kain batik tersebut jUga tidak boleh terlalu lama terkena sinar lampu karena bisa memudarkan warna. Maka lampu di museum tersebut akan dihudupkan jika ada pengunjung yang datang.
Museum batik juga menerima pelatihan batik bagi siapa saja yang ingin belajar batik. Tidak hanya belajar untuk pengenalan, Soehardjono Istadi siap memberikan pelatihan hingga seseorang bisa mendirikan usaha batik.
Mengelola museum batIk ini memang sudah menjadi pilIhan hidup dan komitmen Soehardjono Istadi. Karena selama ini dirinya masih harus nombokuntuk oprasional museum. "Ya selama ini bisa kebantu karena keberadaan hotel yang kami miliki di sebelah utara museum ini," ungkapnya.
Selama ini pemerintah telah membantu pengadaan beberapa lemari, tetapi Soehardjono Istadi berharap agar pemerintah bisa lebih memberikan bantuanya. Ditambahkan olehnya, keberadaan museum ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang kekayaan batik yang dimiliki Indonesia.(mim)
August 30, 2014 at 01:16PM