Perkara LTE PLN Bukan Pidana Korupsi, Hanya Perkara Perdata

Perkara LTE PLN Bukan Pidana Korupsi, Hanya Perkara Perdata
PLTU Asam asam 

TRIBUNNEWS.COM,MEDAN -  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang lanjutan perkara peremajaan Life Time Extension (LTE) Gas Turbine GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan, Medan (LTE GT 2.1 & GT 2.2).

Sejumlah saksi ahli menyatakan, perkara LTE PLN bukan ranah pidana.

Kalaupun terjadi kesalahan, menurut saksi ahli korporasi dari Universitas Tarumanegara Dr. Gunawan Widjaja, perkara ini masuk dalam ranah perdata dan administrasi.

Alasannya, menurut Gunawan, perjanjian lisensi dalam pekerjaan peremajaan LTE PLTGU Belawan, adalah sebagai suatu perjanjian yang secara umum menganut asas personalia (privity of contract).

Karenanya, perjanjian tersebut hanya berlaku untuk para pihak yang membuatnya.

Pihak di luar perjanjian tidak boleh mengambil manfaat dari perjanjian tersebut.

“Pelaksanaan perjanjian lisensi berada sepenuhnya dalam kewenangan para pihak dan tidak ada pihak lain yang berhak ikut campur dalam perjanjian tersebut. Di Indonesia, ketentuan ini diatur dalam Pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata. Jadi, bila ada pelanggaran terhadap perjanjian lisensi tersebut, bukanlah suatu tindak pidana, melainkan perdata,” tutur Gunawan.

Gunawan menambahkan, perkara LTE bukan ranah pidana. Untuk masuk dalam ranah pidana, salah satunya harus memenuhi unsur terjadinya kerugian negara.

Padahal, dalam perkara LTE PLN, tidak ada kerugian negara yang muncul. Sebab, anggaran yang digunakan adalah Anggaran internal PLN.

Merujuk pada UU No.19 Tahun 2003 (UU BUMN), UU No.17 Tahun 2003 (UU KN) tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 1998, serta Putusan MK Nomor 77/PUU-X/2011, sudah sangat jelas bahwa yang menjadi Keuangan Negara dalam Perusahaan Perseroan adalah saham milik Negara di Persero.

“Kerugian Negara di Persero berarti hilangnya saham milik Negara pada Persero. Sementara harta kekayaan Persero bukanlah Keuangan Negara. Dengan berkurangnya kekayaan Persero tidak menyebabkan berkurangnya saham Negara, sehingga dalam perkara PLN tidak ada kerugian negara yang muncul sebab anggaran yang digunakan adalah anggaran internal perusahaan dan tidak menyebabkan hilangnya saham negara,” papar Gunawan.

Gunawan menegaskan, putusan MK Nomor 77/PUU-X/2011 menyatakan bahwa piutang Persero BUMN bukanlah piutang negara.

“Hal ini berarti memastikan bahwa kekayaan negara di Persero hanya sebatas saham saja. Dengan demikian kerugian Persero bukan kerugian Negara,” tutur Gunawan melalui rilis yang dikirim ke Tribunnews..

Tenaga Ahli PLN tidak korupsi

Ahli hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dr. Mahmud Mulyadi dalam kesaksiannya menegaskan, dalam perkara LTE PLN, untuk masuk dalam ranah pidana korupsi, para terdakwa harus bisa dibuktikan unsur memperkaya diri sendiri/orang lain/suatu korporasi, melawan hukum, merugikan keuangan negara.

Padahal, selama persidangan perkara LTE berlangsung sejak empat bulan lalu, unsur-unsur tersebut belum terbukti.

Misalnya, para tenaga ahli PLN yang dijadikan terdakwa dalam perkara ini sama sekali tidak menerima sepeser pun uang alias tidak melakukan korupsi dalam pekerjaan peremajaan LTE PLTU Belawan.

Unsur kerugian negara juga tidak terpenuhi. Sesuai Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No.12 Tahun 1998, sudah sangat jelas bahwa yang menjadi Keuangan Negara dalam Perusahaan Perseroan adalah saham milik Negara di Persero.

Hal itu dipertegas oleh Putusan MK Nomor 77/PUU-X/2011 yang menyatakan bahwa kekayaan negara di persero hanya saham saja.

Sehingga, bila terjadi kerugian dalam BUMN persero saat mengerjakan proyek tertentu, hal tersebut bukanlah kerugian negara, melainkan kerugian perseroan.

Atas dasar hal ini, kalaupun ada terjadi kesalahan, selayaknya perkara LTE PLN bukan masuk dalam ranah pidana, melainkan ranah perdata.

Sehingga, para tenaga ahli PLN yang menjadi terdakwa layak dibebaskan.

Sebagai catatan, dalam perkara LTE ini, para tenaga ahli PLN yang dijadikan tersangka adalah eks General Manager Chris Leo Manggala, ketua panitia lelang Surya Dharma Sinaga, Rodi Cahyawan, dan Muhammad Ali.

Selain itu, dua dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propulsi Supra Dekanto dan Direktur Utama PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan.



September 12, 2014 at 03:08PM

Leave a Reply