Warga Pati Ingin Cendana Tetap Tumbuh di Kendeng

Warga Pati Ingin Cendana Tetap Tumbuh di Kendeng
Net
Warga menolak pendirian pabvrik semen Pati

TRIBUNNEWS.COM,PATI -  Mulai Rabu lusa (3/9), sidang komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan pabrik semen PT Sahabat Mulia Sakti (SMS) akan digelar.

Namun, rencana pembangunan pabrik anak perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk tersebut masih menuai polemik. Pro dan kontra terus terjadi.

Aktivis asal Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Gunritno tetap menolak rencana pembangunan pabrik semen.

Menurutnya, keberadaan industri semen di kawasan Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati, Jateng bukanlah solusi mengentaskan kemiskinan.

Menurutnya, pertanian dan potensi pasar panganlah yang seharusnya dikedepankan.

Lantaran, sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani.

Jika keberadaan pabrik pada akhirnya membuat petani terusir karena kehilangan lahan, malah berakibat kemunduran.

"Selama ada manusia di muka bumi, sektor pangan adalah hal yang paling utama. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa pangan," terang Gunritno saat ditemui Tribun Jateng di rumahnya, pekan lalu.

Menurut data yang dimilikinya, hampir 85 persen penduduk di lereng Pegunungan Kendeng adalah petani.

Jika dikembangkan, potensi pertanian lebih menjanjikan dibanding industri semen.

Gunritno tak habis pikir dengan kalangan yang mengkhawatirkan investor akan mengalihkan investasinya dari Jawa Tengah (Jateng) ke Jawa Timur (Jatim) ataupun Jawa Barat (Jabar).

"Seharusnya, dengan tidak ada pertambahan industri di Jateng khususnya di Pegunungan Kendeng, justru membuat keseimbangan alam tetap terjaga," jelas pria berkumis itu.

Industri, sambungnya, menciptakan kelas buruh dan majikan. Hal semacam itu tidak akan ditemui pada profesi petani.

Semuanya setara.Di sisi lain, mereka yang bertani tidak membutuhkan ijazah.

Jika mau bertani, ucap ayah empat anak itu, masyarakat di Pegunungan Kendeng bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.

"Di beberapa tempat, industri justru merampas tanah, lahan pertanian, tempat tinggal, dan membuat warga sekitar kehilangan pekerjaan," imbuh dia.

Pertanian di Pegunungan Kendeng bertaut erat dengan Waduk Kedung Ombo. Irigasi teknis yang mengairi lahan pertanian di kawasan Pati, berasal dari Kedung Ombo.

Gunritno mengingatkan pengorbanan warga yang direlokasi saat pembangunan waduk.

"Mereka (warga terdampak Kedung Ombo) telah berkorban untuk kepentingan pertanian di Pati dan lainnya. Pabrik semen jangan membuat pengorbanan warga Kedung Ombo sia-sia," tegasnya.

Sebelum ada irigasi dari Kedung Ombo, pertanian warga di Pegunungan Kendeng tidak bisa dikatakan buruk.

Kebutuhan air dipenuhi dengan memompa air bawah tanah kemudian mengalirkannya.

Bagi mereka yang memiliki dana untuk membeli pompa dan mengelola air, mendapat upah berupa hasil panen.

Rata-rata, pengelola air mendapat bagian seperenam hingga sepertujuh hasil panen. Tergantung kesepakatan dengan pemilik lahan yang membutuhkan air.

Meskipun terdapat sistem bagi hasil, petani tidak pernah dirugikan.

Mereka tetap mendapat untung dengan menekuni profesinya sebagai petani.

Hasil pertanian semakin berlipat tatkala sudah bisa menikmati sistem irigasi teknis dari Waduk Kedung Ombo.

"Setelah ada irigasi teknis dari Kedung Ombo, warga tidak lagi mengeluarkan biaya untuk mendapatkan air," tutur dia.

Selain besarnya potensi pertanian, menurut Gunritno, Pegunungan Kendeng juga memiliki keberagaman hayati.

Di antaranya adalah merak hijau, cabe jamu, kayu cendana, dan lain sebagainya.

Gunritno ingin keberagaman hayati itu tetap berada di Kendeng dan tidak terusik industri semen.

Membuktikan beragamnya ekologi di Pegunungan Kendeng, Gunritno mengajak Tribun ke Pegunungan Kendeng di Kelurahan Gadu Dero, Sukolilo.

Ditemani warga, Sarman (58), Tribun Jateng diajak menyusuri kawasan Kendeng.



September 01, 2014 at 02:00PM

Leave a Reply