KPK: Sumbangan ke Capres-Cawapres Berpotensi Gratifikasi

KPK: Sumbangan ke Capres-Cawapres Berpotensi Gratifikasi
warta kota

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sumbangan dana dan jasa kepada calon presiden dan wakil presiden dapat berpotensi gratifikasi. Potensi itu dimungkinkan jika sumbangan tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang dilarang oleh Pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Demikian diungkapkan Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi Giri Suprapdiono, Minggu, (1/6/2014).

Menurut UU tersebut pihak-pihak tersebut yakni pihak asing, penyumbang tidak jelas identitasnya, hasil tindak pidana termasuk tindak pidana pencucian uang, pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, serta pemerintah desa, termasuk badan usaha milik desa.

"Capres dan cawapres dilarang menerima sumbangan yang berasal dari pihak asing, penyumbang tidak jelas identitasnya, hasil tindak pidana termasukTPPU, pemerintah, pemda,BUMN, BUMD serta pemerintah desa termasuk badan usaha milik desa," kata Giri melalui pesan singkatnya.

Jika capres dan cawapres memperoleh sumbangan dana dari sejumlah pihak yang dilarang undang-undang itu, terang Giri, mereka dapat melaporkan kepada KPK, agar dapat ditelisik lebih jauh.

"Bila ragu, sebaiknya dilaporkan KPK," ujarnya.

Meski demikian, di sisi lain Giri menekankan bahwa penyelenggara negara atau pejabat yang tengah mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden diperbolehkan menerima sumbangan dari masyarakat. Namun, hal tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Pilpres.

Menurut Giri, sebagian tanggung jawab penyelenggara negara atau pejabat tersebut telah lepas, jika diizinkan cuti atau disahkan menjadi capres/cawapres.

Dengan kata lain, UU Pilpres yang memperbolehkan Capres atau Cawapres menerima sumbangan dari masyarakat.

"Aturan yang menjadi lex specialis dalam status capres tersebut adalah UU Pilpres, sehingga dia dapat menerima bantuan dari masyarakat yang sesuai ketentuan undang-undang tersebut sampai dengan selesainya jangka waktu yang ditetapkan," kata Giri.

Akan tetapi, sambung Giri, kondisi itu berbeda dengan calon legislatif petahanan (incumbent). Dimana caleg incumbent itu prosedurnya seperti termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sumber dana kampanye itu, kata Giri, seperti termaktub dalam UU itu berasal dari partai dan kekayaan pribadi.

"Tidak diatur dari sumbangan masyarakat karena yang dapat menerima sumbangan adalah parpol dan calon anggota DPD," ujarnya.
Edwin Firdaus



June 01, 2014 at 09:43AM

Leave a Reply