Pelada, Telanjang untuk Jadi Pemain Bintang
Laporan wartawan Tribunnews
Yudhie Tirzano
TRIBUNNEWS.COM, RIO DE JANEIRO - SEPAK bola adalah gaya hidup warga Brasil. Salah satu yang paling kentara adalah kebiasaan bermain bola setiap hari di berbagai penjuru negeri Samba. Mereka menyebutnya pelada, yang artinya "telanjang".
Kok telanjang? Ya memang, ini karena kerap terlihat para bocah Brasil bertelanjang dada saat bermain bola setiap sore atau pagi di mana pun. Tak hanya di kawasan permukiman, bocah Brasil bermain sepak bola di mana saja ada tempat yang cukup. Mereka bermain bola di pasir, di rumput, di halaman rumah, hingga di jalanan beraspal. Semua lahan yang bisa digunakan secara gratis untuk bermain bola pasti tak luput "dikuasai" anak-anak muda. Selalu ada tempat untuk bermain futebol.
Pelada adalah salah satu bukti kecintaan warga Brasil pada sepak bola. "Sepak bola dan wanita adalah dua hal yang kami cintai," kata seorang karyawan hotel di Rio de Janeiro, dalam laman New York Times.
Membayangkan pelada sebenarnya tak jauh berbeda dengan tradisi bermain bola anak-anak di Indonesia. Saya yang lahir dan tumbuh di Surabaya mengalami, hampir setiap sore ada pelada di sekitar kompleks perumahan. Sama seperti di Indonesia, bocah-bocah bermain bola di Brasil dengan telanjang dada untuk membedakan mana tim lawan mana tim kawan.
Pelada di Brasil seperti di Indonesia, tentu saja tak menerapkan aturan resmi FIFA. Tak ada offside, tak ada wasit, terkadang tak ada pelanggaran. Tak perlu seragam dan sepatu bola bagi para bocah Brasil mengadu bakat mereka saat bermain bola di sekitar tempat tinggalnya. Itu juga yang membuat olahraga ini juga berbahaya dan rentan cidera.
"Jari kaki saya pernah keseleo. Bola ditendang keras sekali, lalu jari kaki saya bengkok. Sangat sakit, saya sampai nangis," kata Lucas Daniel, seorang remaja, bercerita tentang pelada. "Tapi saya tekan lagi, kembali seperti semula. Lalu saya tetap bermain," katanya tertawa.
Clemens Naben, pria asal Timor NTT, yang telah delapan tahun tinggal di Sao Paulo, juga mengamati bagaimana kebiasaan pelada di sekitar tempat tinggalnya di kawasan Parque Regina, Sao Paulo. Di kawasan ini, warga kadang menggunakan jalanan umum untuk bermain bola. Pada hari Minggu dan hari libur, terkadang ada jalan tertentu yang ditutup untuk lalu lintas kendaraan bermotor, agar anak-anak bisa berekreasi dan bermain bola. Mirip car free day di kota-kota besar di Indonesia yang kerap digunakan untuk acara bersepeda, joging, atau sekadar olahraga jalan sehat.
Penutupan jalan ini tidak bisa dibuat begitu saja oleh warga, tetapi harus mendapat izin dari pemerintah. Selain penutupan jalan untuk tujuan rekreasi, ada juga lapangan dengan rumput sintesis yang dibangun di sekitar tempat tinggal Clemens. Ada empat lapangan berukuran besar dengan fasilitas yang cukup bagus (lapangan sintesis) yang menjadi ajang latihan dan pertandingan berbagai klub setiap akhir pekan.
Pada hari-hari biasa, lapangan-lapangan ini menjadi arena latihan dan pembentukan bibit-bibit atlet dan pemain sepak bola masa depan. Akhir pekan atau malam hari, lapangan menjadi arena pertandingan untuk berbagai kelompok dan klub-klub amatir. Hari Minggu dan hari libur, lapangan pasti ramai sejak pagi hingga malam hari.
Kendati cenderung keras, dari sinilah bintang-bintang Brasil itu muncul. Sebut saja Oscar, bintang muda Chelsea asal Brasil. Gelandang serang yang bakal memperkuat tim Samba di Piala Dunia itu lahir dan besar di kawasan Americana di Sao Paulo.
Menjelang Piala Dunia 2014, Oscar dos Santos Emboaba Júnior, begitu nama lengkapnya, mengenang kisah pelada di kampung halamannya.
"Saya tumbuh dari kawasan pinggiran Sao Paulo, yakni Americana. Hidup di sana jauh berbeda dibandingkan di pusat kota. Ada narkoba, kriminal, dan ancaman kekerasan di mana-mana. Tapi Americana sedikit tenang, tempat yang lebih santai, tak seperti kawasan yang lebih kumuh di Sao Paulo," katanya.
Kisah lain adalah Ronaldo Luís Nazário de Lima alias Ronaldo si Fenomenal yang ikut memenangi Piala Dunia 1994 di AS dan 2002 di Jepang-Korsel. Ronaldo lahir di kawasan miskin di Kota Rio de Janeiro dan besar di Bento Ribeiro. Saat ia masih bocah, keluarganya bahkan tak mampu sekadar membeli sepatu bola. Ronaldo putus sekolah demi mengejar mimpi berkarier di sepak bola. Nasib Ronaldo berubah saat seorang pemandu bakat membawanya untuk bergabung dengan Cruzeiro.
Kisah sukses macam Oscar dan Ronaldo serta sekitar 5.000 pemain profesional Brasil yang tersebar di seluruh dunia turut memacu semangat anak-anak Brasil.
"Kesuksesan dan ketenaran generasi pendahulu selalu menjadi inspirasi anak-anak yang sedang berlatih. Mereka yang memilih menekuni sepak bola sudah pasti bermimpi untuk menjadi kaya, terkenal, dan membawa keluarga mereka keluar dari wilayah favela dan jeratan kemiskinan," kata Clemens.
Karena itu, kata Clemens, banyak orang tua yang jeli melihat bakat anaknya, tak takut untuk berinvestasi. "Mereka rela menjual harta hanya agar anaknya bisa mendapat porsi latihan yang bagus di klub yang memiliki infrastruktur yang memadai dan agar mimpi itu bisa tercapai," katanya. (tribunnews/ytz)
June 03, 2014 at 08:12AM