KPI: Masyarakat Resah Frekuensi Publik Berisi Iklan Kampanye

KPI: Masyarakat Resah Frekuensi Publik Berisi Iklan Kampanye
Tribunnews/HERUDIN
Dari kiri, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Malik, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Judhariksawan, dan Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP), Abdulhamid Dipopramono saat acara penandatanganan surat keputusan bersama di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2014). Surat keputusan bersama ini tentang Kepatuhan Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Melalui Media Penyiaran yang dilaksanakan oleh Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang beranggotakan KPU, Bawaslu, KPI, dan KIP. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengaku mendekati Pemilu Legislatif 9 April 2014, banyak aduan masyarakat. Mereka resah karena frekuensi publik yang dipakai lembaga penyiaran berisi banyak iklan kampanye dan politik sejumlah partai politik dan kelompoknya.

Demikian disampaikan Ketua KPI, Judhariksawan, di sela acara penandatanganan Kesepakatan Bersama Bawaslu, KPU, KPI, dan KIP, tentang Kepatuhan Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Melalui Media Penyiaran di lantai empat Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2014).

"KPI banyak sekali dapat masukan, aduan dan gugatan masyarakat, adanya keresahan bahwa ruang publik atau spektrum frekuensi ranah publik yang dimanfaatkan segelintir pihak yang lebih leluasa untuk kepentingan pribadi dan kelompok," terang Judhariksawan.

Pascapenandatanganan kesepakatan bersama Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Judhariksawan berharap lembaga penyiaran menahan tidak menayangkan iklan berbau kampanye.

Menurutnya, lembaga penyiaran seharusnya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, menjaga tatanan informasi secara adil, akurat, dan berimbang. Karenanya, KPI bersama Gugus Tugas berupaya memberikan perlindungan kepada publik terkait informasi yang benar, akurat dan berimbang terkait penyelenggaran Pemilu.

Ia tak menampik, adanya ketimpangan informasi penyelenggaraan Pemilu 2014 yang diterima masyarakat selama ini disebabkan adanya iklan kampanye oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas kapital media yang lebih banyak. Seharusnya, dengan idealismenya, lembaga penyiaran mengedukasi publik.

"Ketakseimbangan informasi, dan kemampuan, dan kampanye melalui lembaga penyiaran itu menjadi keresahan publik. Karena publik tahu kalau masa segala kampanye itu baru mulai 16 Maret" sambung Judhariksawan. Ia meminta lembaga penyiaran untuk sementara menghentikan iklan politik sebelum masanya.

Judhariksawan menegaskan, lembaga penyiaran tak hanya secara normatif menaati kesepakatan bersama ini. Lebih dari itu, lembaga penyiaran punya kewajiban dan tanggungjawab sosial sebagai pemilik atau pihak yang diberikan tanggungjawab untuk mengelola frekuensi demi kepentingan publik memberikan informasi seimbang.



March 01, 2014 at 04:04AM

Leave a Reply