Sakit Apa Eddies Adelia?

Sakit Apa Eddies Adelia?
Tribun Jakarta/JEPRIMA
Eddies Adelia usai menjalani pemeriksaan terkait kasus pencucian uang sebesar Rp21 Miliar yang melibatkan suaminya Ferry Ludwankara di Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2013) lalu. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Artis cantik Ronia Ismawati Nur Azizah alias Eddies Adelia kini menyandang status tersangka.

Eddies diduga terlibat kasus pencucian uang dengan menerima aliran dana sebesar Rp 1 miliar dari hasil penipuan dan pengelapan yang dilakukan suaminya, Ferry Ludwankara Setiawan.

Namun Eddies yang dipanggil pertama kali untuk diperiksa sebagai tersangka mangkir dengan alasan sakit.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menjelaskan, penetapan tersangka terhadap pemain sinetron Jadi Pocong ini dilakukan pekan ini. "Minggu ini telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Kombes Rikwanto di Jakarta, Jumat (28/2).

Kemarin, sedianya Eddies diperiksa penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Namun perempuan kelahiran Yogyakarta, 26 Februari 1979 ini hingga Jumat malam tidak hadir.

Yang hadir justru surat yang dibawa seorang kurir pukul 18.05 WIB dengan membawa surat yang menjelaskan Eddies tidak bisa memenuhi panggilan penyidik lantaran sakit. "Eddies tidak jadi datang karena sakit," jelas Rikwanto.

Dijelaskan Rikwanto, penetapan tersangka terhadap Eddies karena menerima aliran dana melalui transfer dari suaminya sebanyak 10 kali yang totalnya mencapai Rp 1 miliar. Uang tersebut ditransfer Ferry yang diduga berasal dari hasil melakukan penipuan, penggelapan dan pencucian uang.

Ferry Setiawan dan rekan bisnisnya, Rizky Rachmad Agung Basuki (32) telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak pertengahan Oktober 2013. Keduanya diduga melakukan bisnis batubara fiktif senilai Rp21,2 miliar. Korbannya adalah seorang pengusaha bernama Apriyadi.

Keterlibatan Eddies dalam perkara tersebut terkuak pascapenyerahan berkas perkara Ferry dan Rizky oleh penyidik Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Eddies juga pernah diperiksa penyidik dan selalu mengelak memberi penjelasan perihal pekerjaan dan bisnis sang suami. Eddies juga menyatakan kepada penyidik bahwa uang itu adalah nafkah dari suami kepada istri.

Meski begitu, Eddies tetap terseret atas kasus suaminya itu. Polisi menilai, Eddies seharusnya patut mencurigai pemberian uang dari suaminya itu. Penyidik menilai, aliran uang ke Eddies dari suaminya itu tidak wajar.

Tindakan yang dilakukan Eddies ini dapat dikategorikan pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Kita tanya apa kerjaan suaminya, bisnis apa dalam kaitan aliran dana dan dia jawab tidak tahu persis. Tapi dia menerima sejumlah dana yang cukup besar beberapa kali. Harusnya kan curiga dan menolak karena tidak tahu pekerjaan suami dan asal-usul uang. Ini bisa dikategorikan tindak pidana pencucian uang," tutur Rikwanto.

Atas ketidakhadirannya, penyidik menjadwalkan kembali pemanggilan kedua untuk Eddies. Bila pada pemanggilan kedua tidak juga datang tanpa alasan yang jelas, maka penyidik akan menyiapkan langkah hukum penjemputan paksa.

"Ya kalau dalam pemanggilan kedua tidak hadir juga tanpa ada alasan yang jelas, sesuai prosedur kita lakukan panggilan paksa," lanjut Kombes Rikwanto.

Perkara penipuan tersebut dilaporkan Apriyadi tertuang dalam LP/3330/IX/2013/PMJ/Dit Reskrimsus, 24 September 2013. Modus operandi Ferry dan Rizky, yakni berpura-pura sebagai rekanan PT PLN dengan menjadi suplier Batubara.

Apriyadi dijanjikan keuntungan sebesar Rp 12 ribu/metrik ton untuk setiap pengiriman batubara yang diangkut menggunakan kapal tongkang dari Kalimantan. Apriyadi tergiur keuntungan dan tidak menyadari kalau akta perjanjian tersebut ternyata dipalsukan.

Agar bisnis berjalan lancar, investor tersebut wajib mengucurkan dana segar sebesar Rp300 juta untuk tiap bongkar muat kapal.

Namun hingga tujuh kali pengiriman dengan total dana Rp21.208.090.000, korban tidak juga menerima keuntungan seperti yang telah disepakati. Perjanjian bisnis antara korban dan pelaku terjadi pada 1 Juli 2013.

Bahkan sejak 23 Juli hingga 3 Agustus, pelaku mengaku sudah melakukan transaksi dan dibuktikan dengan tujuh lembar berkas final draft loading pengiriman batubara.

Namun setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata tidak ada pengiriman batubara dan dokumen final draft loading juga palsu alias fiktif.
Berkas perkara Ferry dan Rizky telah memasuki tahap penuntutan. Tak lama lagi, keduanya segera disidangkan. 



March 01, 2014 at 09:23AM

Leave a Reply