Kasus Florence, Harusnya Polisi Tempatkan Diri Sebagai Mediator, Bukan Perkeruh Suasana

Kasus Florence, Harusnya Polisi Tempatkan Diri Sebagai Mediator, Bukan Perkeruh Suasana
Tribun Jogja/Hendra Krisdianto
Florence saat mengisi BBM di SPBU Lempuyangan, Rabu (27/8/2014). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Intitute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus menilai tindakan Plda DIY menahan Florence Sihombing berlebihan, mengingat dirinya telah meminta maaf secara terbuka.

"Florence harus dibebaskan dari tahanan, dia kan sudah meminta maaf melalui akun pribadi media sosial miliknya," kata Erasmus di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Minggu (31/8/2014).

Menurut dia, sanksi sosial yang diterima Florence sudah cukup dan tidak perlu diproses secara hukum. Terlebih, curhatannya tentang Jogja sebetulnya untuk SPBU dekat Lempuyangan, bukan keseluruh masyarakat Jogja.

"Dia sudah cukup menerima hukumannya (sanksi sosial). Penahanan yang dilakukan tidak beralasan dan bertentangan dengan hukum acara pidana di Indonesia," ujarnya.

Dengan tindakan penahanan tersebut, kata Erasmus, pihak kepolisian telah menebar rasa takut kepada masyarakat karena telah mengekang kebebasan berekpresi. Pihak kepolisian seharusnya, menempatkan diri pada posisi untuk memediasi persoalan yang berkembang, bukan memperkeruh suasana yang ada.

Pada 27 Agustus 2014, Florence mengungkapkan kekesalahannya kepada SPBU dekat Lempuyangan, Yogyakarta, melalui media sosial Path yang berisi "Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal di Jogja".



August 31, 2014 at 02:34PM

Leave a Reply