PPIH Siapkan Tim Evakuasi Tanpa Alat di Mina

PPIH Siapkan Tim Evakuasi Tanpa Alat di Mina
Tribun Jateng/Galih Priatmojo
Jamaah haji bertolak ke Tanah Suci dengan pesawat Garuda di Bandara Adi Soemarmo, Solo. 

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered, dari Arab Saudi

TRIBUNNEWS.COM, MAKKAH - Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi memberi perhatian lebih pada dinamika aktivitas jamaah di Mina dalam masa puncak haji.

Hal ini karena durasi waktu aktivitas di Mina lebih panjang dan kompleks dibandingkan di Arafah dan Muzdalifah.

Ketua PPIH, Ahmad Jauhari, mengatakan dari rangkaian aktivitas di puncak haji, masa di Armina relatif paling berat.

"Karena di Arafah kegiatan jamaah berupa dzikir, ibadah, dan istirahat. Dan di Muzdalifah tidak ada aktivitas kecuali menunggu (mabit)," katanya.

Sedangkan di Mina, selain beribadah di tenda masing-masing, jamaah juga harus melontar jamarat pada tanggal 10 Dzulhijjah dan hari tasyrik. Adapun jarak perkemahan ke jamarat mencapai 6 kilometer.

"Jarak perkemahan jamaah Indonesia ke jamarat itu sekitar 6 kilometer. Artinya pulang balik 12 kilometer. Jarak ini harus ditempuh dengan berjalan kaki," katanya. Karena itu jamaah harus bugar, dan perlu diantisipasi jamaah lansia yang tidak mampu menjalankan aktivitas secara maksimal.

"Dari perkemahan ke jamarat, jamaah akan melewati daerah yang aksesnya serba dibatasi. Tidak ada kendaraan. Karena itu kami menyiapkan Tim Evakuasi Tanpa Alat (TETA) untuk memberikan pertolongan pertama. Konkretnya, kalau ada jamaah yang butuh pertolongan maka akan dievakuasi dengan cara digendong," katanya.

Para petugas haji, terutama di TETA akan standby di beberapa titik penting. "Jamaah kita akan jalan melalui terowongan muaisyim yang berujung di lantai tiga jamarat. Petugas akan kita tempatkan di beberapa titik," katanya.

Walaupun kendaraan sangat dibatasi, PPIH masih memiliki sekitar 16 unit motor Honda Super Cup C70. "Motor tua itu ibarat penolong untuk mengatarkan jamaah, utamanya yang tersesat di sekitar perkemahannya," katanya.

Jauhari mengatakan para jamaah umumnya tersesat di perkemahan, dan bukan di jamarat.

"Rute di jamarat itu lebih sederhana.Selepas melontar, mereka bisa langsung kembali dengan jalur yang relatif mudah dipahami. Yang rentan tersesat justru di perkemahan, karena bentuknya mirip semua," katanya. (*)



September 30, 2014 at 02:14AM

Leave a Reply