Penentuan Cawapres Harus Cegah Politik Transaksional

Penentuan Cawapres Harus Cegah Politik Transaksional
Tribunnews.com/Immanuel Nicolas Manafe
Bakal calon Presiden dari PDIP, Joko Widodo, saat kampanye terbuka di Malang 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertarungan memperebutkan kursi Presiden RI semakin hangat pascadiusungnya Joko Widodo atau Jokowi menjadi Capres oleh PDIP. Pata kekuatan semakin jelas, namun persaingan untuk meraih posisi sebagai cawapres justri semakin menarik. Karena itu kalangan intelektual kampus mengingatkan agar dalam proses penentuan cawapres, harus dicegah politik uang dan transaksional.

"Politik uang dan transaksional politik sangat membahayakan kelangsungan pemerintahan lima tahun ke depan. Jika capres partai pengusung sudah terjebak persoalan transaksi politik uang, maka tinggal menunggu gugatan rakyat dan akhirnya rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemimpinnya," ujar Herdi Sahrasad, dosen Universitas Paramadina.

Herdi menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bertema "Meneropong Capres-Cawapres 2014:siapa Pendamping Jokowi dan Prabowo?" yang diselenggarakan Forum Intelegensia Bebas, di Kampus IAIN Syarif Hidayatullah, Senin (31/3/2014).

Hadir sebagai narsumber lain, Direktur Riset Freedom. Foundation Moh Nabil, Ali Munhanif, Ph.D (FISIP UIN Jakarta), Herdi Sahrasad, Ph.D (Pascasarjana Univ Paramadina), Mohamad Nabil (Dir. Riset FF), Nehemia Lawalata (Tokoh GMNI dan Sekpri Prof Sumitro Djojohadikusumo) .Andar Nobowo MA (Dir. IndoStrategi/Kandidat. Ph.D.

Para pembicara sepakat politik uang, apalagi transaksi politik dalam menentukan cawapres, sangat berbahaya, karena kapasitas pemimpin yang hebat, punya pengalaman, diterima semua kalangan, akan tersingkir karena karena tidak mampu menyerahkan sejumlah uang. Sebaliknya tokoh yang rekam jejknya kurang bagus akan dipilih karena dukungan pemodal.

Andar Nobono memberi saran agar pimpinan partai atau elite yang memiliki otoritas seperti Megawati atau Prabowo, membuat kriteria cawapres yang bisa saling menopang presiden yaitu cawapres yang berpengalaman di bidang pemerintahan luar negeri, ekonomi, dan santun.

Begitu juga Moh Nabil sepakat agar ke depan khususnya dalam proses penentuan pemimpin, yaitu cawapres, harus diutamakan tokoh yang memiliki kualifikasi mumpuni, seperti Akbar Tandjung meski dari sisi logistik mungkin kalah dengan calon yang diusung pengusaha.

Mengenai kepemimpinan Akbar, suvei yang dilakukan Freedom Foundation kata Nabil menunjukkan bahwa mantan Ketua umum Partai Golkar dan Ketua DPR itu punya banyak pengikut dan basis dukungannya jelas. Herdi sejak awal melihat figur Akbar sebagai tokoh yang bisa mendampingi capres. Jokowi maupun Prabowo.

Dalam hubungan ini, Nihemia juga semangat bagaimana pemerintahan ke depan, harus diawasi mulai proses penentuan pasangan sampai pasangan itu terpilih dan memerintah.

"Kalo perlu bentuk badan ekstra parlementer untu awasi pemerintahan, presiden dan wapres bisa masuk di situ, juga tokoh-tokoh kredibel," kata mantan sekpri Sumitro ini.



March 31, 2014 at 05:03PM

Leave a Reply